Senin, 11 Juli 2011

Norman Kamaru: Antara Menjadi Artis atau Polisi

Ada dua syarat untuk mencapai kondisi karier yang ideal menurut buku saya My Dream Career, dan Norman Kamaru telah memenuhi dia lebih memilih untuk menjadi artis, yaitu Potensi dan Passion. Potensi adalah apa yang menjadi keahlian dia. Ini terbukti kalau dia tidak hanya bisa lipsing, melainkan juga kualitas suara yang tidak diragukan. Kemampuannya dalam melakukan entertaint sepertinya lahir secara autodidak. Ditambah lagi dengan ketiadaan demam panggung yang dialami secara berarti. Sehingga memungkinkan dia melakukan hiburannya dengan begitu meyakinkan.

 
Pada aspek passion saya lihat dia begitu menikmati dunia barunya itu. Terbukti dia rela dihukum demi menjalani “mainan” barunya akibat dinilai telah melanggar disiplin Polri karena pergi tanpa seizin atasannya. Dengan melakukan pemulangan paksa Norman Kamaru oleh pihak Kepolisian ke Gorontolo, semakin menegaskan saya bahwa dunia dia memang di dunia entertaint bukan di Kepolisian. Anggota Brimob Polda Gorontalo yang ngetop lewat goyang chaiya-chaiya ini membuktikan bahwa passion­-nya dia memang di dunia entertaint. Selain itu juga kita bisa lihat raut wajah yang selalu bahagia saat dia menghibur atau melakukan sesi wawancara.

Saya pikir yang menjadi penghambat dia untuk full total terjun di dunia hiburan adalah ada beberapa persepsi yang keliru yang di yakininya. Sehingga dia menjawab dengan tegas bahwa dia lebih memilih Kepolisian dari pada dunia hiburan saat awal-awal ketenaran dia mulai menyeruak di tanah air.

Pertama di Kepolisian akan mendapat dana pensiun, kalau di dunia hiburan tidak ada. Please deh. Kalau berbicara masalah materi, tentu dunia hiburan cukup menjanjikan di bandingkan kalau dia tetap berada di kesatuannya. Buktinya saat dia selama berada di Jakarta beberapa waktu lalu saja, yang cuma beberapa hari, sudah melebihi pendapatannya di Kepolisian sekitar 30 tahunan. Ini tentu merupakan hal yang fantastis. Apalagi jika diteruskan kariernya di dunia hiburan selama beberapa tahun. Tentu tidak perlu lagi apa itu dana pensiun. Lagi pula, sudah menjadi rahasia umum, kalau ingin kaya dengan menjadi polisi tentu sangatlah sulit. Meskipun bisa, pasti ada yang mencurigakan dari hasil pemasukannya.

Alasan kedua, ketenaran di dunia hiburan hanya sementara, tidak lama. Kalau ini saya sepakat, dengan catatan Norman Kamaru dan tim manajemennya tidak mampu mengelola dengan baik. Untuk itu, diperlukan manajemen yang baik. Dalam siklus produk, memang akan ada masa titik jenuh. Dengan indikasi kenaikan fungsi yang menjadi lambat. Saat pada posisi ini lah diperlukan kreativitas pihak manajemen untuk menata sedimikian rupa sehingga Norman Kamaru masih bisa tetap eksis di dunia hiburan. Asumsi ini terbangun dari sudut materi, yaitu kalau sudah tidak terpakai, tidak ada duit, dan ini berarti tidak makan. Ya tidak begitu juga lah. Banyak kok artis senior yang sudah tidak berjaya lagi seperti dulu tetapi masih tetap eksis, masih kaya, dan masih bisa makan. Ini kan hanya masalah di manajemen saja.
Untuk alasan yang ketiga, karena bapak dan kakeknya seorang polisi. Harap dicatat pula, kalau bapaknya juga memiliki darah seni yang cukup kuat. Hanya saja pilihannya menjadi seorang polisi. Nah, saya pikir Norman Kamaru lebih baik menjadi artis saja. Untuk apa bekerja kalau hanya karena bapak dan kakeknya seorang polisi. Kalau ada pilihan yang lebih baik, pilihan yang bisa membuat kita bahagia secara materi maupun imateri, kenapa tidak itu saja yang di ambil. Ingat, hidup itu cuma sekali dan sebentar lagi. Jadi untuk apa memilih pekerjaan bukan dengan landasan yang masuk akal. Bukankah dunia hiburan saat ini dengan masa lalu telah jauh berbeda kondisinya?

Mungkin alasan yang keempat yang sulit untuk saya bisa atasi yaitu mengenai prestise menjadi seorang anggota kepolisian. Kalau alasan ini, hal apa pun tidak bisa menggantikan. Karena alasan ini pulalah banyak orang yang rela mengeluarkan uang puluhan juta agar bisa menjadi anggora Polri.

Memang pengamat musik Bens Leo mengatakan kalau pilihan Norman Kamaru adalah dunia hiburan, tentu dia akan bersaing dengan artis yang bermain di ranah solo. Seperti Sandi Sandoro, Glen Fredly, Rio Febrian, dan Ari Laso. Dan menurutnya itu berat. Kalau saya berpendapat beda. Dengan potensi dan passion yang dimiliki Norman Kamaru, saya sangat yakin dia bisa bersaing di dunia hiburan tanah air. Apalagi dunia hiburan tidak hanya terbatas pada menyanyi saja. Dengan variasi yang luar biasa di televisi saja, saya pikir Norma Kamaru sangat bisa untuk bertahan dan eksis. Mulai jadi bintang tamu, pemain sinetron atau film, bintang iklan, dan MC. Ditambah lagi dengan acara yang off air yang tersebar di tanah air dan negri tetangga. Wow..suatu peluang yang sangat besar siap menanti di hadapan Norman.

Saran saya terhadap dia, memang lebih baik untuk keluar saja dari Kepolisian. Untuk apa melakukan sesuatu jika ruhnya berada di tempat lain. Apalagi sang bunda sangat mendukung aktifitasnya di dunia hiburan. Seperti kita ketahui. Restu bunda adalah segalanya. Suatu pilihan akan menjadi pahit jika di dalamnya tidak ada restu dari sosok seorang bunda. Keluarga besarnya pun mendukung toh.

Dalam buku My Dream Career, saya mengatakan bahwa potensi dan passion harus seimbang. Dalam hal ini, materi dan kebahagiaan dalam bekerja mutlak untuk diperoleh. Jika salah satunya saja yang di dapatkan, akan terjadi ketidakseimbangan. Dan lebih parah jika tidak mendapatkan keduanya. Dan saya lihat Norman mendapatkan keduanya di dunia entertaint.

 
Yang kedua, seharusnya pihak kepolisian bisa meniru TNI AL terhadap Rahmad Darmawan yang memiliki profesi sebagai pelatih sepak bola. Sebagai anggota TNI AL aktif, saya melihat justru waktu yang dia habiskan 95% di dunia bola dan hanya sekitar 5 % saja dia habiskan di dunia TNI. Dengan asumsi jadwal pertandiangan dan latihan yang begitu ketat dan padat. Dalam hal ini, pihak kepolisian memberikan toleransi penuh untuk melakukan tugas yang sesuai dengan potensi dan passion-nya. Bukankah saat ini terbukti bahwa manajemen berbasis talenta sangat efektif bagi pengembangan kualitas pribadi maupun institusi?

Yang ketiga, ya udah jadi polisi tulen saja. Dan menyesali keputusan selama bertahun-tahun akibat tidak bisa memanfaatkan momentum.